Halaman

Selasa, 07 Juli 2015

Ritual Membuka Pintu Pangkalan Agung (Titik Awal Peradaban Manusia)

A. Deskripsi Teori

Sebelum kita melangkah jauh membahas tentang Ritual Membuka Pintu Pangkalan Agung di Batu Cagak Kecamatan Tetap Kabupaten Kaur, perlu kita pahami terlebih dahulu tentang beberapa pengertian terkait dengan kegiatan ritual yang dilakukan, antara lain sebagai berikut:

1. Ritual

Upacara ritual sering disebut juga upacara keagamaan. Menurut Bustanuddin (2006 : 96) upacara yang tidak dipahami alasan konkretnya dinamakan rites dalam bahasa Inggris yang berarti tindakan atau upacara keagamaan. Upacara ritual merupakan kegiatan yang dilakukan secara rutin oleh sekelompok masyarakat yang diatur dengan hukum masyarakat yang berlaku. Hal ini sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat (1984 : 190) upacara ritual adalah sistem aktifasi atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan bagaimana macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi pada masyarakat yang bersangkutan. Upacara ritual memiliki aturan dan tatacara yang telah ditentukan oleh masyarakat atau kelompok pencipta ritual tersebut, sehingga masing-masing ritual mempunyai perbedaan, baik dalam hal pelaksanaan ataupun perlengkapannya.

Ritual merupakan salah satu perangakat tindakan nyata dalam beragama, seperti pendapat Winnick (Syam, 2005 : 17) ritual adalah “a set or series of acts, usually involving religion or magic, with the sequence estabilished by traditio yang berarti ritual adalah seperangkat tindakan yang selalu melibatkan agama atau magi, yang dimantapkan melalui tradisi. Hal tersebut senada dengan pendapat yang diungkapkan Geertz (Rostiyati, 1994 : 1) adanya ritus, selamatan atau upacara ini merupakan suatu upaya manusia untuk mencari keselamatan, ketentraman, dan sekaligus menjaga kelestarian kosmos. Selamatan ini pada hakekatnya merupakan upacara keagamaan yang paling umum di dunia dan melambangkan kesatuan mistis dan sosial dari mereka yang ikut hadir di dalamnya. Melalui upacara ritual atau selamatan masyarakat berharap akan rasa aman dan tidak terjadi bencana.
 
Perjalanan menuju lokasi ritual

2. Religi (Religion) dan Seni Prasejarah

Religi ( religion) dalam konteks prasejarah bukanlah mengandung arti mengenai kondisi agama seperti sekarang ini, namun pada tingkat perkembangan mula-mula konsepsi religi berhubungan dengan masalah kehidupan dan kematian. Gagasan ini pada gilirannya melahirkan interaksi antara yang telah mati dan yang masih hidup, ( Diman S, 1989:407). Menurut Wallace religi merupakan seperangkat upacara yang diberi rasionalisasi mitos, dan yang menggerakkan kekuatan-kekuatan supernatural dengan maksud untuk mencapai atau umtuk menghindarkan sesuatu perubahan keadaan pada manusia atau alam. Wallace 1966:107). Oleh karena itu hal-hal yang berkenaan dengan religi mencakup pula seperangkat kepercayaan yang berkenaan dengan sesuatu yang bersifat supranatural, simbol-simbol sakral dan berkaitan dengan ekspresi dari emosi manusia dalam lingkup religi, serta nilai-nilai moral yang menghubungkan antara perasaan manusia dengan dunia supernatural.

3. Zaman Prasejarah berdasarkan Ciri-ciri Kehidupan Masyarakat

Makhluk manusia adalah makhluk yang hidup berkelompok dan mempunyai organisme yang secara biologis berbeda dan lebih lemah dari jenis binatang. Namun otak manusia berevolusi paling jauh bila dibandingkan dengan makhluk lainnya. Kemampuan otak manusia yang berupa proses berpikir menyebabkan manusia dapat memilah-milah tindakan yang dapat menguntungkan kelangsungan hidupnya. Dalam rangka kelangsungan hidupnya maka manusia merupakan makhluk pembentuk kebudayaan dan manusia juga sebagai pembentuk masyarakat. Karena pada hakekatnya manusia tidak dapat hidup sendiri tetapi harus berkelompok.

Masyarakat Prasejarah mewariskan masa lalunya dengan cara: a). Melalui Keluarga, yaitu – Melalui adat istiadat keluarga – Melalui ceritera dongeng b). Melalui Masyarakat, yaitu: – Melalui adat istiadat masyarakat – Melalui pertunjukan hiburan, seperti wayang – Melalui kepercayaan masyarakat, yaitu Dinamisme yaitu kepercayaan bahwa benda-benda disekitar kita memiliki jiwa atau kekuatan. Animisme yaitu kepercayaan kepada arwah nenek moyang. Totemisme yaitu kepercayaan bahwa hewan-hewan tertentu disekitar kita memiliki kekuatan tertentu (gaib). dan Monoisme, yaitu kepercayaan terhadap kekuatan tertinggi yaitu Tuhan.

B. Ritual Membuka Pintu Pangkalan Agung

Ritual Membuka Pintu Pangkalan Agung bertujuan untuk memohon keselamatan, mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan media untuk mengungkapkan rasa hormat kepada para leluhur (Puyang). Selain itu, Ritual Membuka Pintu Pangkalan Agung merupakan suatu media untuk memberikan informasikan kepada semua kaum sejagat raya bahwasanya wilayah Batu Cagak Kabupaten Kaur merupakan titik awal peradaban manusia pada jaman prasejarah atau jaman dimana manusia belum mengenal tulisan. Lokasi ini diyakini oleh para pelaku ritual sebagai titik awal peradaban manusia berdasarkan petunjuk/ilham Ghaib yang disampaikan oleh leluhur (Puyang/Wali Allah) kepada keturunannya.


Suasana Ritual
Ritual Membuka Pintu Pangkalan Agung terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan, dimulai dari mempersiapkan sesaji yang merupakan salah satu sarana upacara yang tidak bisa ditinggalkan pada saat upacara ritual, dilanjutkan dengan permohonan keselamatan para anggota kepada Tuhan Yang Maha Esa, kemudian menyampaikan penghormatan, maksud dan tujuan ritual dengan cara berinteraksi langsung kepada leluhur (puyang) yang mereka yakini.

Upacara Ritual Membuka Pintu Pangkalan Agung dilaksanakan di Batu Cagak, Kecamatan Tetap, Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu. Ritual tersebut diikuti oleh mereka (pelaku ritual) yang merupakan keturunan/titisan dari para leluhur (puyang/wali-wali Allah) berdasarkan SK/bukti yang diperoleh dari petunjuk Ghaib yang datang kepada mereka “(Ma’af, karena alasan tertentu SK/Bukti Ghaib yang mereka perlihatkan kepada penulis tidak bisa ditampilkan)”.

Setelah seluruh rangkaian Upacara Ritual selesai dilaksanakan, dilanjutkan dengan memberikan informasi tentang keberadaan batu-batu yang mereka yakini sebagai peninggalan jejak/tapak para leluhur (Puyang/Wali-wali Allah). Antara lain sebagai berikut :
 
1. Batu Tapak Raden Alif ( Semidang Sakti )

Batu Raden Alif ( Tapak Semidang Sakti)

Merupakan batu yang berdiri tegak lurus dengan ketinggian mencapai 12 meter dan lebar sekitar 6 meter. Diceritakan Batu Raden Alif merupakan Tapak Leluhur (Puyang/Wali Allah) dari Semidang Sakti.

2. Batu Tapak Serunting Sakti


Batu Tapak Serunting Sakti

Merupakan batu yang berdiri tegak lurus berbentuk lonjong dengan ketinggian mencapai 9 meter dan lebar sekitar 5 meter. Diceritakan Batu ini merupakan Tapak/jejak Leluhur (Puyang/Wali Allah) dari Serunting Sakti.

      3. Batu Tapak Selurus Sakti

Batu Tapak Selurus Sakti

Merupakan batu yang berdiri tegak lurus berbentuk lonjong dengan ketinggian sekitar 8 meter dan lebar sekitar 5 meter. Diceritakan Batu ini merupakan Tapak/jejak Leluhur (Puyang/Wali Allah) dari Selurus Sakti yang diilhami untuk menentukan Iya atau Tidak, Benar atau Salahnya segala persoalan sejagat alam.

4. Batu Tapak Semidang Gumay Sakti

Batu Tapak Semidang Gumay Sakti

Merupakan batu yang berdiri tegak lurus berbentuk menyerupai kursi leter L dengan ketinggian sekitar 6 meter dan lebar sekitar 6 meter. Diceritakan Batu ini merupakan Tapak/jejak Leluhur (Puyang/Wali Allah) dari Tapak Semidang Gumay Sakti yang merupakan leluhur (puyang) yang pertama kali berwujud nyata mnapak bumi.

Dan, masih banyak lagi batu-batu lainnya yang diyakini sebagai jejak peninggalan para leluhur (Puyang/Wali Allah), seperti: Batu Tapak Sebelas Raden, Batu Tapak Garuda Sakti, Batu Tapak Lima Panglima, Batu Tapak Balai Buntar, Batu Tapak Balai Umum, dan Batu Tapak Kepala Suku.

.
Terakhir, para pelaku ritual berpesan kepada semua kaum, terkait dengan informasi yang disampaikan tidak ada paksaan untuk percaya atau tidak, menyatakan benar atau salahnya. Semuanya kembali pada keyakinan masing-masing.



"Wallahu A'lam"

KESIMPULAN PENULIS
- Upacara tradisional ataupun ritual merupakan adat kebiasaan yang turun- temurun masih dilaksanakan oleh anggota masyarakat yang perlu kita hormati keberadaanya. Tradisi yang masih dilaksanakan menjadi tanda bahwa tradisi tersebut masih memiliki fungsi bagi masyarakat pendukungnya.

- Keberadaan batu-batu besar yang jumlahnya ratusan di wilayah Batu Cagak perlu pengkajian oleh para ahli untuk mengetahui kebenaran sejarahnya dan perlu dilestarikan jika terbukti merupakan peninggalan Pra Sejarah.